Masalah
utama Jakarta dan isinya yang tak mungkin kunjung selesai dan selalu menjadi
masalah utama dan permanen tak lain dan tak bukan adalah masalah sampah dan air
bersih. Coba kita mundur satu langkah, sekarang kita lihat Indonesia. Ternyata
bukan hanya Jakarta yang memiliki nasib permasalahan tersebut, Indonesia pun
memiliki masalah yang sama. Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(Bappenas), Indonesia setidaknya butuh tempat penampungan sampah sekitar 122
buah sebesar Gelora Bung Karno (GBK) setiap tahun untuk menampung sampah yang
tidak terangkut. Dan setidaknya lagi, volum sampah di Indonesia sekitar 1 juta
meter kubik setiap harinya. Namun, baru 42% di antaranya yang terangkut dan
diolah dengan baik. Jadi, sampah yang tidak diangkut setiap harinya sekitar
300.000 ton.
Hal di atas baru menjelaskan sedikit
fakta permasalahan sampah yang terjadi di bumi Indonesia ini. Mari kita maju
satu langkah, sekarang kita lihat Jakarta. Bukan Jakarta, lebih tepatnya
Bekasi, di daerah Bantargebang. Sebuah pemandangan yang luar biasa bisa kita
lihat di sana. Sebuah pemandangan pegunungan sampah yang menakjubkan bisa kita
nikmati di daerah tersebut. Ditambah dengan pemandangan para astronot yang
bekerja di darat sebagai pahlawan kebersihan, mesin-mesin pengeruk dan
penggaruk sampah, burung-burung gereja yang mencari makan, dan wangi yang
mungkin membuat isi perut ini keluar beserta cairan kuningnya menjadi
pemandangan unik di daerah ini. Unik namun miris.
Setidaknya Jakarta memberikan paket
sampah sebanyak 5.000 sampai 6.000 ton per hari ke daerah ini. Jenis sampah
yang dibuang atau ditampung di daerah ini sangat bermacam-macam, mulai dari
sampah plastik, kertas, dedaunan, hingga makanan. Memang benar, sampah plastik
dan sampah-sampah yang di daur ulang lainnya mendatangkan kebahagiaan bagi para
pemulung yang menggantungkan nasibnya dengan mengumpulkan dan menjual kembali
sampah plastik ke pengumpul tetapi jika sampah yang datang dari berbagai macam
daerah di sekitar Bantargebang terus meningkat dan tak sanggup lagi diuraikan
maka pemandangan pegunungan sampah di Bantargebang bisa berubah menjadi sangat
menyeramkan. Dan jika TPA Bantargebang tidak bisa menampung sampah yang semakin
mengganas sampah dari daerah sekitarnya, khususnya Jakarta akan menerima dampak
negatifnya.
Sama
halnya dengan permasalahan air bersih di Indonesia. Setiap hari sebanyak 14.000
ton tinja manusia tidak pernah diolah karena masih ada 30% masyarakat yang
buang air besar sembarangan di tempat terbuka. Jika dibayangkan, jumlah ini
hampir sama dengan 7.000 gajah Sumatera dengan bobot tiga ton yang terbuat dari
tinja dan menumpuki permukaan tanah Indonesia. Dan jika dilihat dari sejarahnya
yang pasti kita semua ketahui, kotoran ini akan berkeliaran ke mana-mana,
seperti ke selokan, sungai, danau, laut, dan bahkan melewati mata air.
Sistem
perairan yang telah tercemar kotoran manusia ini menjadi masalah utama, namun
tak banyak orang yang mengetahuinya.Sebuah universitas negeri di Jakarta telah
melakukan percobaan dengan mengambil sampel air dari saluran air PDAM di
Jakarta, fakta membuktikan bahwa terdapat bakteri Escherichia coli dan bakteri-bakteri penyebab diare lainnya dalam
kandungan air tersebut. Sementara itu, hampir 75% badan air di seluruh
Indonesia sudah dalam keadaan tercemar, di mana 60% sampai 80% diantaranya
adalah hasil dari limbah rumah tangga dan sisanya dari industri.
Sekitar
76,3% dari 53 sungai di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi telah tercemar
limbah organik dan 11 sungai utama tercemar amonium. Padahal air dari
sungai-sungai utama inilah yang kita pergunakan sebagai sumber air baku untuk
air minum, sementara pemulihan kualitas air memerlukan biaya yang sangat mahal.
Akibat
dari kondisi ini, dipastikan 1 dari 100 bayi yang lahir di Indonesia meninggal
karena diare. Setiap hari, lebih dari 2 juta bayi lahir di Indonesia, berarti
20.000 bayi meninggal tiap tahun karena diare. Bukan hanya bayi-bayi di
Indonesia saja yang menerima dampaknya. Kondisi ini juga berdampak pada
prestasi siswa di bangku pendidikan. Rata-rata siswa tidak masuk sekolah antara
8-12 hari setiap tahun karena sakit. Selain prestasi yang menurun, siswa yang
sakit juga menghilangkan produktivitas orang tua mereka yang sedang bekerja
atau mencari nafkah. Rata-rata satu keluarga di Indonesia kehilangan pendapatan
sebesar Rp 1,3 juta setiap tahun.
Seperti
baru mendapatkan durian medan yang runtuh dari pohon bonsainya, PT Pertamina
(Persero) telah mengembangkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
di Bantargebang, Bekasi. PLTSa ini pada tahap awal akan memanfaatkan feedstock sebanyak 2.000 ton sampah per
hari dengan kapasitas listrik terpasang sekitar 120 mw. Proyek ini akan
menggunakan teknologi pengolahan biomassa
municipal solid wastetopower yang modern, efisien, dan ramah lingkungan.
Dan proyek ini akan berjalan dan berkembang beberapa tahun ke depan.
Berbeda
dengan proyek penanggulangan penumpukan sampah, untuk menanggulangi masalah air
bersih, pemerintah sedang gencar melakukan program Jambore Sanitasi. Program
ini bertujuan untuk mengampanyekan perilaku peduli sanitasi melalui anak-anak
sebagai agen perubahan. Jambore Sanitasi dilakukan di beberapa sekolah dasar di
seluruh Indonesia dengan cakupan yang sangat luas. Para peserta akan dibekali
dengan pengetahuan teknis tentang air limbah, drainase, dan persampahan. Untuk
memaksimalkan program tersebut, para peserta yang akan diangkat menjadi Duta
Sanitasi akanmengikuti pembekalan mengenai publicspeakingatau
teknik presentasi, kreativitas, dan alat-alat komunikasi serta pengembangan
kepribadian. Selain itu, peserta juga akan belajar mengenai praktek pengelolaan
sanitasi berbasis komunitas dengan narasumber individu maupun organisasi
pemerhati lingkungan.
Referensi:
m.kabarbumn.com/read-news-2-0-270-pertamina-bangun-energi-listrik-dari-sampah-di-bantar-gebang.html
Disusun
oleh:
Muhammad
Nasrulah Akbar – 2012
Sampah memang menjadi masalah yang cukup pelik di negeri kita ini. Bayangkan saja, di objek wisata semisal Pelabuhan Ratu saja sudah dipenuhi sampah. Seperti yang terungkap di sajian berita http://bit.ly/1ju4NCa . Dikutip dari sumber berita tersebut, Seketaris Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sukabumi, Jujun Junaeni mengaku bahwa sampah tersebut berasal dari sungai2 kecil yang ada di sekitar pantai dan limbah dari masyarakat serta restauran yg ada di bibir pantai. Dalam hal mengatasinya, saya rasa yang diperlukan adalah kedisiplin dan kebersamaan.
BalasHapus